BAHASAN UTAMA Buletin Asy-Syifa edisi Juni 2010

Dunia dan Akhirat, Mana yang Lebih Menarik?
Orang bilang hidup di dunia ini ‘mung mampir ngombe’, sekedar mampir untuk minum. Orang lain bilang hidup ini cuma sekali, maka kita gunakan saja untuk bersenang-senang. Wah….wah…terus mana yang benar ya? Untuk lebih jelasnya, mari kita simak artikel berikut.

Dunia dan akhirat. Dunia, tempat kita berada saat ini, tempat kita berusaha untuk meraih ‘kesuksesan’. Sedangkan akhirat? Bagi orang yang beriman, akhirat adalah masa depan yang pasti datang, dimana disitu terdapat 2 tempat, surga atau neraka. Sudah seharusnya seorang muslim menggunakan kehidupan dunia ini untuk mencari bekal dalam mengarungi kehidupan akhiratnya. Akan tetapi, bagi yang tidak mempercayainya atau meremehkannya, tentu dia akan lebih mengutamakan kesenangan dunia dari pada mempersiapkan bekal untuk akhiratnya.

Hakikat Dunia
Sesungguhnya, kehidupan dunia ini adalah kehidupan yang sementara dan sebentar. Kesenangan-kesenangan didalamnya adalah kesenangan yang menipu, fana, tidak kekal, tidak sempurna, dan pasti akan berakhir. Semua yang hidup akan menemui kematiannya. Allah ta’ala berfirman, ”Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS. Ali Imran: 185)

Sa’id bin Jubair bertutur, “Kesenangan yang menipu adalah apa saja yang melalaikanmu dari mencari akhirat. Adapun yang tidak melalaikanmu, maka itu bukan kesenangan yang menipu, tetapi kesenangan yang akan mengantarkan kepada kesenangan yang lebih baik lagi.”

Suatu ketika, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam melewati sebuah pasar bersama beberapa sahabat. Beliau melihat seekor kambing cacat yang telah menjadi bangkai. Beliau mengambilnya, dan memegang telinganya. Beliau bertanya, “Siapa diantara kalian yang ingin menukar ini dengan satu dirham?” Para sahabat menjawab, “Tidak ada seorang pun dari kami yang ingin menukarnya dengan apapun, karena kami tidak dapat mengambil manfaat darinya sama sekali.” Beliau bertanya lagi, “Apakah ada yang ingin memilikinya?” Para sahabat menjawab, “Demi Allah, andaikan dia hidup, dia pun sudah cacat, apalagi ketika telah menjadi bangkai.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Demi Allah, dunia ini di hadapan Allah lebih hina daripada bangkai ini di hadapan kalian.” (HR. Muslim)

Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu pernah melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam berbaring diatas tikar berserat dan membekas ditubuh beliau. Maka Ibnu Mas’ud menawarkan tikar yang lebih nyaman untuk Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam. Akan tetapi, apa jawaban Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam? Beliau bersabda, “Apa urusanku dengan dunia ini? Tidaklah aku dibandingkan dunia kecuali seperti orang yang bepergian yang berteduh di bawah pohon kemudian istirahat, dan pergi meninggalkannya.” (HR. At-tirmidzi, dan dia berkata, “Hadits hasan shahih.”)

Abdullah bin Mas’ud berkata, “Bagi semua orang, dunia ini adalah tamu, dan harta itu adalah pinjaman. Setiap tamu pasti akan pergi lagi, dan setiap pinjaman pasti harus dikembalikan.”

Demikianlah kehidupan dunia, sangat remeh dalam pandangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya. Maka kita sebagai umat beliau, sudah semestinya mempunyai pandangan yang sama dengan beliau dalam meletakkan posisi dunia.

Akhirat Adalah Kehidupan yang Sebenarnya
Sebagai seorang muslim, kita harus meyakini adanya kehidupan akhirat setelah kita dimatikan oleh Allah ta’ala di dunia ini. Allah berfirman, “Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati. Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat.” (QS. Al-Mukminun: 15-16)

Akhirat adalah kehidupan yang sebenarnya. Artinya, kehidupan akhirat akan berlangsung abadi, kekal selamanya, tidak ada kematian setelahnya. Allah mencela orang-orang yang lebih mengutamakan dunia dan melalaikan akhirat dengan berfirman, “Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” (QS. Al-A’la: 16-17). Allah juga berfirman, “Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?” (QS. Al-An’aam: 32)

Di akhirat nanti, ada 2 golongan yang sangat berdeda jauh keadaanya. Golongan yang bahagia berada di surga dan golongan yang sengsara terpuruk di neraka. Lalu, manakah yang akan kita pilih?

Dunia, Tempat Berbekal untuk Akhirat
Bekal yang terbaik adalah takwa, yaitu iman dan amal shalih
. Maka dari itu, orang yang cerdas adalah orang yang mempersiapkan kehidupan setelah mati. Orang yang cerdas adalah orang yang mengutamakan kehidupan akhirat dengan mengambil bekal sebanyak-banyaknya di dunia ini. Apalah arti dunia? Hanya orang bodoh yang lebih mengutamakan kenikmatan yang fana, sedikit, dan sementara dibanding kenikmatan yang sempurna, kekal, selamanya. Semoga Allah memudahkan kita untuk mempersiapkan bekal untuk akhirat kita. Wallahu ta’ala a’lam.

Hakikat Kesuksesan
Sukses. Sebuah kata yang mudah diucapkan, tetapi sulit untuk direalisasikan, kecuali bagi orang yang dimudahkan oleh Allah ta’ala. Banyak orang yang beranggapan bahwa orang yang sukses adalah orang yang mempunyai segudang prestasi, IPK selalu cum laude, punya pekerjaan mapan, jabatan tinggi, dihormati orang, selalu dipuji orang lain, dan lain sebagainya. Benarkah yang demikian merupakan hakikat kesuksesan yang sebenarnya?

Orang Sukses Adalah Orang yang Dijauhkan dari Neraka dan Dimasukkan ke dalam Surga Oleh Allah Ta’ala
Allah ta’ala berfirman, “Tidaklah sama penghuni-penghuni neraka dengan penghuni-penghuni jannah; penghuni-penghuni jannah itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr: 20). Allah ta’ala juga berfirman, ”Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS. Ali Imran: 185)

Jadi, orang yang sukses dalam arti sebenarnya adalah orang yang beruntung, orang yang berbahagia, dan orang yang mendapatkan kenikmatan di akhirat nanti. Hal ini disebabkan karena kehidupan akhirat adalah kehidupan yang abadi. Sehingga, orang yang hidup bahagia di akhirat nanti, dia akan selamanya dalam kebahagian, dan itulah orang yang benar-benar sukses. Sebaliknya, orang yang hidup sengsara di akhirat nanti, itulah orang yang merugi dalam arti sebenar-benarnya.

Bagaimana Meraih Kesuksesan Akhirat?
Di dalam Al-Qur’an dan As-sunnah telah disebutkan cara untuk meraih kesuksesan di akhirat nanti, dalam artian seseorang di ridhoi oleh Allah ta’ala dan dimasukkan ke jannah-Nya. Cara tersebut adalah sebagai berikut:

Bertakwa kepada Allah subhanahu wata’alaTakwa kepada Allah subhanahu wata’ala adalah bekal yang paling baik untuk bertemu dengan-Nya. Allah berfirman, “…. Dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa, dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal” (QS. Al-Baqarah: 197). Allah juga berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada dalam surga dan kenikmatan” (QS. Ath-thur: 17)

Allah menjelaskan ciri-ciri orang yang bertakwa dalam firman-Nya, “Alif laam miim. Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Baqarah: 1-5)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “takwa itu disini.” Beliau berisyarat ke dadanya. (HR. Muslim, At-tirmidzi, dan Ahmad)

Abu Darda’ radhiallahu ‘anhu berkata, “Diantara kesempurnaan takwa yaitu manakala seorang hamba takut kepada Rabbnya dalam hal yang kecil-kecil.”

Ketika Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu ditanya tentang takwa, beliau menjawab, “Yaitu jalan yang penuh onak dan duri. Orang yang berjalan di dalamnya membutuhkan kesabaran.”

Pada intinya, jika kita ingin sukses dalam kehidupan akhirat kita, kita harus bertakwa kepada Allah, yaitu dengan beriman dan beramal shalih. Kita harus melaksanakan apa-apa yang diperintahkan oleh Allah, dan meninggalkan apa yang dilarang-Nya, dan beribadah kepada-Nya dengan rasa cinta kepada-Nya, rasa takut akan adzab-Nya, dan rasa harap akan nikmat-Nya. Wallahu ta’ala a’lam.

Hakikat Kerugian
Orang yang merugi sebenarnya bukanlah orang yang sedikit dalam soal harta, kedudukan, atau jabatan di dunia ini. Akan tetapi, orang yang merugi dalam arti sebenarnya adalah orang yang hidup sengsara di akhirat nanti, yaitu masuk ke dalam neraka yang menyala-nyala, merasakan adzab Allah yang sangat pedih. Na’udzubillahi min dzalik.

Kesuksesan di Dunia
Bagaimana dengan mengejar kesuksesan di dunia? Bolehkah? Mari kita mendudukkan masalah ini dengan baik. Mungkin kita pernah mendengar, si A selalu mendapat IP terbaik tiap semesternya, si B selalu lulus dengan nilai baik dalam ujian, si C mendapat pekerjaan yang mapan, dan lain-lain bermacam-macam pandangan yang menurut orang merupakan kesuksesan.

Boleh saja seseorang berjuang untuk meraih kesuksesan di dunia ini. Bahkan kita sebagai mahasiswa muslim yang belajar tentang ilmu kedokteran harus benar-benar profesional dalam menguasai ilmu kedokteran. Seorang muslim juga harus bekerja untuk melanjutkan kehidupan di dunia ini dengan baik tanpa meminta-minta. Seorang muslim harus mempunyai visi ke depan yang terencana agar waktunya termanfaatkan dengan baik, tidak ada yang sia-sia. Akan tetapi, yang perlu diingat adalah seluruh kesuksesan yang ingin kita raih di dunia ini harus kita niati untuk meraih ridho Allah, dengan kata lain, untuk membantu kesuksesan kita di akhirat nanti.

Kita ambil beberapa contoh. Kalau kita sudah menjadi ilmuwan yang mumpuni, mempunyai harta yang banyak, tetapi kita semakin jauh dari Allah, maka itu bukanlah kesuksesan. Jika kita menjadi seorang dokter, dan dengannya kita semakin memberikan manfaat bagi umat islam, sehingga menambah pahala kita di sisi Allah dan menambah kedekatan kita kepada Allah, maka kesuksesan seperti inilah yang patut kita usahakan. Jika seseorang mempunyai perusahaan dan harta yang banyak, dan dengannya dia semakin bersyukur kepada Allah, selalu menginfakkan hartanya untuk kepentingan Islam, maka hal ini juga merupakan kesuksesan yang sangat terpuji.

Takwa Kepada Allah, Barometer Kesuksesan
Kesimpulan dari pembahasan ini adalah bahwa takwa kepada Allah merupakan barometer kesuksesan, entah bagaimana keadaan seseorang, kaya atau miskin, raja atau rakyat jelata, direktur atau karyawan, selama dia bertakwa kepada Allah ta’ala, maka dia berada dalam jalur kesuksesan, karena barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, maka dia akan mendapatkan kebahagian di dunia maupun di akhirat. Se’sukses’ apapun seseorang di dunia ini, jika dia bermaksiat kepada Allah, maka sejatinya hatinya gelisah, dan itu bukanlah kesuksesan sebenarnya. Marilah kita berusaha untuk meraih kesuksesan yang sejati. Semoga Allah membukakan hati kita, memperlihatkan hakikat suatu hal dengan sebenar-benarnya, sehingga kita bisa bersikap secara bijak dalam mengarungi kehidupan ini untuk meraih keridhoan-Nya. Amin. Wallahu ta’ala a’lam.


Rujukan:
1. Tazkiyatun Nafs (Ibnu Rajab Al-Hambali, Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Imam Al-Ghazali)
2. Kesempurnaan Pribadi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam (Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu)
3. Shaidul Khatir, Cara Manusia Cerdas Menang Dalam Hidup (Ibnul Jauzi)
4. Beginilah Akhlak Salaf (Syaikh Ahmad Farid)
5. Tafsir Al-Qur’anul ‘adhim (Ibnu Katsir)
6. Saidul Khatir, Cara Manusia Cerdas Menang Dalam Hidup (Ibnul Jauzi)


download pdf file

0 komentar:

Posting Komentar

Tafadhol antum / antunna mengkomentari posting di atas. Syukron.