ORANG BERIMAN YANG BERUNTUNG
Tafsir QS. Al Mukminun: 1-11
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman (1), (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya (2), dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna (3), dan orang-orang yang menunaikan zakat (4), dan orang-orang yang menjaga kemaluannya (5), kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki. Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa (6), Barangsiapa mencari yang di balik itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas (7), dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya (8), dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya (9), mereka Itulah orang-orang yang akan mewarisi (10), (yakni) yang akan mewarisi syurga Firdaus. mereka kekal di dalamnya (11).
Firman Allah
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman”. Aflaha arti secara bahasa adalah masuk dalam keberuntungan. Maksudnya, mereka telah mendapatkan kemenangan, kebahagiaan, dan memperoleh keberuntungan. Mereka itulah orang-orang mukmin yang mempunyai sifat-sifat berikut:
1. Orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya”
Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra : khasyi’un (orang-orang yang khusyuk) yaitu orang-orang yang takut lagi penuh ketenangan. Al Hasan Al Bashri mengungkapkan: kekhusyukan mereka itu berada di dala hati mereka, sehingga karenanya mereka menundukkan pandangan serta merendahkan diri mereka. Khusyuk dalam shalat hanya dapat dilakukan oleh orang yang mengkonsentrasikan hati padanya serta melupakan aktivitas lain selain shalat, serta mengutamakan shalat atas aktivitas yang lain. Pada saat itulah akan terwujud ketenangan dan kebahagiaan baginya.
Khusyuk dalam shalat wajib karena beberapa hal:
a. Untuk dapat menghayati bacaan, sebagaimana firman Allah: Afala yatadabbarunal qurana am ‘ala qulubin aqfaaluhaa “Maka apakah mereka tidak memperhatikan al Quran ataukah hati mereka terkunci?” (QS. Muhammad, 47: 24). Sedangkan penghayatan agar mengetahui berbagai rahasianya yang menakjubkan, hukum dan hikmahnya yang indah, tidak akan tercapai tanpa mengetahui makna, Warattilil quraana tartiila “Dan bacalah al quran itu dengan tartil” (QS. Al Muzammil, 73:4)
b. Untuk mengingat Allah dan takut kepada ancaman-Nya, sebagaimana firman-Nya: Aqimish shalata lidzikri “Dirikanlah shalat untuk mengingat Aku” (QS. Thaha, 20:14)
c. Sesungguhnya orang yang mengerjakan shalat itu sedang bermunajat kepada Rabb nya, sedangkan berbicara dalam keadaan lengah (tidak khusyuk) tidak bisa disebut bermunajat sama sekali. Karena itu dikatakan shalat tanpa kekhusukan bagaikan jasad tanpa ruh. Jumhur ulama mengatakan, khusyuk bukan syarat untuk keluar dari ikatan taklif dan pelaksanaan kewajiban, tetapi syarat untuk tercapainya pahala di sisi Allah dan tercapainya keridhaan-Nya.